`Aisyah ra., meriwayatkan bahwa ketika cuaca berubah dan angin
berhembus dengan kencang, berubahlah wajah Rasulullah SAW. Beliau
berdiri dan bolak-balik keluar-masuk kamar. Hal itu disebabkan
ketakutannya kepada Allah SWT. Beliau membaca ayat-ayat dalam surat
Al-Haqqah. Lalu beliau jatuh pingsan.
Allah SWT berfirman, “dan Musa pun jatuh pingsan.” (QS. Al-A’raf (7): 143)
Rasulullah SAW melihat rupa Jibril di padang pasir, maka ia jatuh
pingsan. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sekali-kali Jibril datang
kepadaku melainkan ia menggigil ketakutan kepada Al-Jabbar (Allah SWT).”
Dikatakan, bahwa ketika Iblis muncul, Jibril as dan Mikail as.,
menangis. Maka Allah mewahyukan kepada keduanya, “Mengapa kalian
menangis seperti ini?” Mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, kami tidak
merasa tenteram terhadap siksaan-Mu.” Maka Allah SWT berfirman,
“Demikianlah, jadilah kalian tidak merasa aman terhadap siksaan-Ku.”
Abu Darda berkata, “Detak jantung kahalilullah (Ibrahim as.) ketika
berdiri untuk shalat dapat didengar dari jarak satu mil karena takut
kepada Tuhannya.”
Mujahid ra., berkata, “Dawud menangis sambil bersujud selama empat
puluh hari. Ia tidak mengangkat kepalanya sehingga dari air matanya
tumbuh rerumputan hingga menutupi kepalanya. Maka ia diseru, `Wahai
Dawud, apakah engkau lapar sehingga engkau perlu diberi makan, atau
engkau haus sehingga perlu diberi minum, atau engkau telanjang sehingga
perlu diberi pakaian. Lalu ia menarik napas panjang dan menghembuskannya
maka terbakarlah batang tanaman itu karena panas perutnya. Maka Allah
menurunkan padanya tobat dan ampunan. Dawud berkata, “Wahai Tuhanku,
jadikanlah kesalahanku pada telapak tanganku.” Lalu jadilah
kesal;ahannya tertulis pada telapak tangan. Maka setiap kali ia
membentangkan telapak tangannya untuk makan, minum, dan sebagainya, ia
melihatnya, lalu menangislah ia.
Di katakan bahwa ia diberi sebuah gelas yang sepertiganya terisi air.
Ketika ia mengambilnya, ia melihat kesalahannya. Ia tidak menempelkan
pada bibirnya sehingga gelas itu dipenuhi air matanya.
Diriwayatkan dari Dawud as., bahwa ia tidak pernah mengangkat
kepalanya ke langit hingga ia mati karena malu kepada Allah SWT. Di
dalam munajatnya ia berkata, “Wahai Tuhanku, jika aku mengingat
kesalahanku, maka bumi yang luas menjadi sempit bagiku. Tetapi jika aku
ingat kasih sayang-Mu, maka ruhku kembali kepadaku. Maha Suci Engkau,
wahai Tuhanku, aku mendatangi dokter-dokter dari hamba-hamba-Mu agar
mereka mengobati kesahanku. Tetapi mereka semua menunjukkanku kepada-Mu.
Maka kesengsaraanlah bagi orang-orang yang berputus asa dari
rahmat-Nya.”
Al-Fudhail ra. berkata, “Telah sampai kabar kepadaku, bahwa pada
suatu hari Dawud as., mengingat dosanya. Maka ia melompat tanpa sadarkan
diri sambil meletakkan tangannya di kepala sampai di gunung.
Berkumpullah binatang-binatang buas. Maka Dawud berkata, “Kembalilah,
aku tidak menginginkanmu. Aku hanya menginginkan setiap orang yang
menangisi kesalahannya, maka janganlah ada mendatangiku kecuali orang
yang menangis”. Dawud as., pernah ditegur karena banyak menangis, maka
ia berkata, “Biarkanlah aku menangis sebelum keluar pada hari tangisan,
sebelum tulang dibakar dan isi perut membara, dan sebelum para malaikat
yang bengis dan keras di perintah. Para malaikat itu tidak durhaka
kepada Allah dan melaksanakan apa yang diperintahkan.
`Umar bin Abdul Al-Azis berkata, “Ketika Dawud melakukan kesalahan,
berkuranglah suaranya. Ia berkata, `Wahai Tuhanku, paraukanlah suaraku
dalam jernihnya suara para siddiqin.’”
Diriwayatkan bahwa ketika Dawud as., terus-menerus menangis dan tidak
mendatangkan manfaat baginya, maka menjadi sempitlah bentangan telapak
tangannya dan bertambahlah kesedihanya. Ia berkata, “Wahai Tuhanku,
apakah Engkau tidak mengasihi tangisanku?” Maka Allah SWT mewahyukan
kepadanya, “Wahai Dawud, engkau lupa terhadap dosamu dan engkau ingat
tangisanmu.” Dawud berkata lagi, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat
melupakan disaku dan ketika aku membaca Zabur, air mengalir menghentikan
alirannya, hembusan angin menjadi diam, burung menaungiku di atas
kepalaku dan binatang-binatang liasr mengerumuni mihrabku. Wahai
Tuhanku, ketakutan apa yang ada diantara diriku dan zat-Mu?”
Maka Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Dawud, itu adalah kasih
sayang ketaatan dan ini adalah ketakutan kemaksiatan. Wahai Dawud, Adam
adalah makhluk diantara makhluk-makhluk-Ku. Aku menciptakannya dengan
tangan-Ku. Aku tiupkan padanya dari ruh-Ku. Aku suruh para malaikat-Ku
bersujud kepadanya. Aku pakaikan padanya pakaian kemuliaan-Ku. Aku
kenakan padanya mahkota kewibawaan-Ku. Ia mengadukan kesendiriannya
kepada-Ku, maka Aku menikahkannya dengan Hawa, hamba-Ku perempuan. Aku
menempatkannya di surga-Ku. Maka ketika ia bermaksiat kepada-Ku, Aku
mengusirnya dari kedekatan dengan-Ku dalam keadaan telanjang dan hina.
Wahai Dawud, dengarkan Aku. Demi kebenaran Aku katakana: Engkau taat
kepada Kami, maka Kami taat kepadamu. Engkau meminta pada Kami, maka
Kami pun memberi padamu. Engkau bermaksiat kepada Kami, maka Kami pun
menangguhkanmu. Jika engkau kembali kepada-Ku dengan apa yang ada
padamu, maka Kami pun menerimamu.”
Yahya bin Bakir berkata, “Sampai kabar kepadaku bahwa Dawud as.,
ketika hendak keluar, ia tinggal dulu selama tujuh hari, tanpa makan,
tanpa minum dan tidak menyentuh perempuan. Sehari sebelum itu, mimbarnya
dikeluarkan ketanah lapang. Maka ia memerintahkan Sulaiman untuk
menyeru dengan suara yang meliputi negeri itu dan sekitarnya dengan
semak belukar, bukit-bukit, dan lembah-lembahnya. Maka binatang-binatang
buas datang dari semak-semak belukar, singa-singa datang dari gunung,
burung-burung datang dari sarangnya, gadis-gadis datang dari pingitannya
dan manusia berkumpul pada hari itu.
Dawud as., datang, lalu naik ke atas mimbar. Maka Bani Israil dan
semua kelompok mengelilinginya dari segenap sisinya, sementara Sulaiman
berdiri terpisah. Dawud mulai memuji Tuhannya. Maka orang
disekelilingnya berteriak disertai tangisan dan jeritan. Kemudian Dawud
mulai menyebut Surga. Maka matilah singa-singa dan beberapa jenis
binatang liar dan binatang buas. Dawud menyebutkan ketakutan pada hari
kiamat dan meratapi dirinya. Maka matilah setiap jenis kelompok.
Ketika Sulaiman melihat banyaknya yang mati, ia berkata, “Wahai ayah,
engkau telah mencerai-beraikan para pendengar, dan matilah beberapa
kelompok Bani Israil, binatang-binatang liar dan singa-singa.” Maka
Dawud mulai berdoa, Ketika Dawud berdoa, tiba-tiba sebagian ahli ibadah
Bani Israil berteriak, “Wahai Dawud, engkau tergesa-gesa meminta balasan
kepada Tuhanmu.” Maka Dawud jatuh pingsan. Ketika Sulaiman melihat apa
yang terjadi pada diri Dawud, ia membawa tandu dan membawa Dawud
diatasnya. Kemudian dia memerintahkan kepada penyeru untuk menyeru,
“Ketahuilah, barangsiapa yang ada bersama Dawud, kerabat atau kawan
dekatnya (yang meninggal), hendaklah ia datang dengan membawa tandu dan
membawanya pulang.”
Sesungguhnya orang-orang yang bersamanya telah terbunuh akibat
mendengarkan sebutan surga dan neraka. Ada seorang perempuan datang
sambil membawa tandu dan membawa kerabatnya. Ia berkata, “”Wahai yang
terbunuh oleh sebutan Surga. Wahai yang dimatikan oleh ketakutan kepada
Allah SWT.” Kemudian Dawud as., siuman. Ia meletakkan tangannya pada
kepalanya, masuk ke dalam rumah peribadatannya dan mengunci pintunya. Ia
berkata, “Wahai Tuhan Dawud, apakah Engkau murka kepada Dawud?”
Terus-menerus ia bermunajat hingga datang Sulaiman as., dan duduk di
depan pintu. Ia minta izin kepada Dawud, kemudian masuk dengan membawa
sebiji gandum. Sulaiman berkata, “Wahai ayah, kuatkanlah dengan ini apa
yang engkau inginkan. Maka ia memakan biji gandum itu dengan kehendak
Allah SWT.” Kemudian ia keluar menemui Bani Israil, dan mengadili
diantara mereka.
Yazid Ar-Riqasi berkata, “Pada suatu hari Dawud keluar menemui orang-
orang untuk mengajari dan mempertakuti mereka. Ia keluar bersama dengan
empat puluh ribu orang di antaranya mati. Maka ia tidak kembali kecuali
dengan sepeuluh ribu orang. Ia memiliki dua orang budak perempuan.
Sehingga ketika ia merasakan ketakutan, lalu jatuh dan bergetar
tubuhnya. Maka kedua budak perempuan itu menduduki dada dan kedua
kakinya karena takut anggota-anggota tubuhnya akan bercerai berai.”
Abu Bakar ra., berkata kepada seekor burung, “Seandainya aku menjadi
sepertimu, wahai burung dan tidak diciptakan sebagai manusia.”
Abu Dzar berkata, “Aku lebih suka seandainya menjadi pohon yang ditebang.”
`Utsman ra., berkata, “Aku lebih suka jika mati, aku tidak dibangkitkan.”
Aisyah ra., berkata, “Aku lebih suka seandainya aku menjadi pelupa yang dilupakan.”
Pada wajah `Umar terdapat dua garis hitam bekas lelehan air mata.
`Umar ra., berkata, “Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka tidak
akan melampaiaskan marahnya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka ia
tidak melakukan apa yang diinginkannya. Dan kalau bukan karena adanya
hari kiamat, niscaya berbeda apa yang kamu lihat sekarang.”
Pada suatu hari Ali ra., setelah membaca salam dari shalat shubuh
dalam keadaan bersedih dan membalikkan tangannya. Ia berkata, “Aku telah
melihat sahabat-sahabat Muhammad. Tetapi kini aku tidak melihat
sedikitpun yang menyerupai mereka. Mereka memasuki pagi dalam keadaan
pucat dan kusut dengan debu diantara kedua mata mereka seperti lutut
kambing. Mereka memasuki waktu malam karena Allah dalam keadaan bersujud
dan berdiri membaca Kitab Allah. Mereka menaikturunkan dahi dan kaki
mereka. Ketika memasuki pagi dan mengingat Allah, mereka bergoyang
seperti bergoyangnya pohon diterpa angin. Air mata mereka bercucuran
hingga membasahi pakaian. Demi Allah, seakan-akan aku berada di
tengah-tengah kaum yang memasuki malam dalam keadaan lalai.” Kemudian
dikatakan bahwa setelah itu ia tidak terlihat tertawa hingga Ibnu Muljam
memukulnya.
Ketika `Umar mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, ia jatuh pingsan karena
takut kepada Allah. Hal itu terulang selama beberapa hari. Pada suatu
hari dia mengambil sebatang jerami dari tanah, lalu ia berkata, “Aduhai
celakalah aku, mengapa aku tidak jadi jerami ini. Aduhai celakalah aku,
seandainya aku tidak menjadi sesuatu yang disebutkan. Aduhai celakalah
aku, mengapa ibu melahirkanku. Aduhai celakalah aku, mengapa aku tidak
menjadi pelupa yang dilupakan.”
Ketika Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah menjadi pucat. Maka
keluarganya bertanya kepadanya, “Mengapa engkau selalu begitu kalau
berwudhu?” Ia menjawab, “Tidakkah kamu mengetahui kepada siapakah aku
akan menghadap.”
Diriwayatkan bahwa Al-Fudhail ra., terlihat pada hari Arafah. Orang-
orang berdoa. Sementara ia menangis seperti tangisan orang yang
mendapatkan musibah kematian. Sehingga ketika matahari hampir terbenam,
ia menggenggam janggutnya kemudian mengangkat kepalanya ke langit. Lalu
ia berkata, “Aduhai aku telah berbuat durhaka kepada-Mu, maka ampunilah
aku.” Kemudian ia pun kembali bersama orang-orang.
***
die Mutiara Ihya `Ulumuddin Al-Ghazali
Sumber: jkmhal.com
0 komentar:
Posting Komentar